Kesenian India
Kesenian India bermula dari
Dinasti Maurya, iaitu pada tahun 132 sebelum Masehi. Di peringkat awal,
kesenian India berasaskan kepada agama. Menurut TSG. Mulya (1952: 15),
perpindahan bangsa Arya ke India berlangsung pada suatu masa yang berabad-abad
lamanya dan dapat juga dibuktikan kalau dibandingkan syair-syair Weda yang tertua dengan yang
terkemudian. Penyelidikan ini menyatakan bahawa mula-mulanya sungai Indus
dianggap sebagai sungai yang keramat dan menjadi sumber dari sekalian kebaikan
bagi orang Arya. Bangsa Arya adalah bangsa yang berasal dari Asia Barat.
India merupakan salah satu negara dengan perkembangan
seni dan arsitektur yang pesat. Setiap tempoh peradaban, pemerintahan,
kepercayaan, mahupun wilayah memiliki perbedaan langgam arsitektur yang
memperkaya karya seni dan arsitektur India.
Perkembangan seni dan arsitektur India dimulai di lembah
sungai Indus, iaitu peradaban Harappa dan Mohenjodaro pada abad 2500 SM. Namun,
pada abad 1600 SM semua peninggalan peradaban Harappa dan Mahenjodaro mengalami
kehancuran. Pada abad 150 SM, arsitektur yang berkembang di India berupa
rumah-rumah vernakular, dengan material kayu.
Dinasti Mauria
Dinasti Mauria merupakan dinasti kerajaan
pertama yang mampu menguasai hampir seluruh daratan India yang berdiri atas
usaha Chandragupta Mauria. Ia mengusir koloni-koloni Yunani yang ditinggalkan
pasukan Iskandar Agung. Pusat kerajaan ini berada di Pataliputra. Raja terkenal
dari dinasti ini adalah Raja Ashoka. Peninggalan seni rupa semasa dinasti
Mauria boleh dilihat pada Pilar dan tugu Ashoka, Gua
buatan dari batu cadas dan Stupa.
Pilar Dan Tugu Ashoka
|
|
Karya seni yang paling
menonjol pada masa ini ialah Pilar dan tugu Ashoka. Meskipun konsep pilar sudah
ditemui sebelum Dinasti Mauria dan tetap bertahan setelahnya, namun kapital
Ashoka adalah suatu ciri yang khas.
Salah satu yang masih utuh
dan diteliti adalah yang terdapat di Lauriya Namdangarh di Propinsi Bihar. Bentuk
kapitalnya adalah kuartet singa yang menduduki lonceng besar terbalik. Keempat
singa ini saling membelakangi dan menopang roda besar di atas kepalanya. Kapital
Ashoka di Lauriya Namdangarh terbuat dari batu pasir setinggi 32 kaki dan berat
50 ton. Diperlukan pengetahuan teknik yang baik untuk membuat tugu ini berdiri.
Bentuk Gua buatan dari batu cadas merupakan
awal dari Chaitya. Ia dibentuk dengan memotong bahagian tengah batu cadas sehingga
terbentuk ruang pemujaan. Kemungkinan besar seni bangunan ini adalah pengaruh
kebudayaan Persia yang dikenal ahlinya dalam mengolah batu. Contoh paling baik
dari bangunan ini adalah Gua di Lomas Rishi. Meskipun terbuat dari batu, namun
motif hiasnya memperlihatkan usaha meniru tekstur kayu. Pintu gua berupa
lengkungan yang terlihat seolah menyokong bangunan utama.
|
Di samping itu, stupa juga sudah ditemukan
pada masa ini meskipun masih menjadi bahagian dari bangunan lain dan belum
menjadi pusat pemujaan. Stupa dibuat untuk menyimpan relik-relik dan abu
Buddha dan menjadi pusat pelaksanaan ritual.
Puluhan ribu stupa yang dibangun pada masa Mauria akhirnya hilang dimakan usia
kerana pembuatannya tidak menggunakan pertimbangan bahan yang matang. Penguasa
pada masa itu lebih memilih stupa dari kayu daripada batu yang kokoh. Salah
satu stupa yang bertahan adalah Stupa Sanchi yang kemudian direnovasi menjadi
lebih megah pada periode Dinasti Andhra.
Semasa kejayaan kerajaan maghada adalah pada masa pemerintahan
Asoka. Ashoka vardhana memerintah India (maghada)
tahun 272-232 SM. Ashoka mempunyai keterampilan memimpin kerajaan yang luar
biasa hebatnya. Masa Ashoka yang menjadi titik sentral kekuatan kerajaan adalah
angkatan perang. Dengan kuatnya angkatan perang Maghada maka, Maghada menjadi
kerajaan yang disegani kawan mahupun lawan. Ashoka juga banyak menakulkan di
daerah-daerah sekitar India, seperti Gandara, Kabul, Jonas, Kamboja, Godavari,
Krisna, Mysore, Supara dan Girnar, dan daerah-daerah lainnya. Luas kerajaan
Maghada saat itu melebihi luas negara India pada saat sekarang.
Agama Buddha mencapai puncak kejayaannya
pada zaman kekuasaan Raja Asoka (273-232 SM) yang menetapkan agama Buddha
sebagai agama resmi negara. Tempat-tempat suci umat Buddha antara lain
Bodh-Gaya, tempat bersemedi Sidharta Gautama.Selain banyak melakukan
penaklukan, Ashoka juga banyak meninggalkan jejak sejarah yang berbentuk
tulisan yang kemudian menjadi sumber sejarah yang cukup penting hingga
sekarang. Banyak prasasti yang ditinggalkan pada dinding-dinding dan tiang batu
yang berisi tentang peristiwa, undang-undang, pesan perdamaian, mahupun ajaran
dan pesan-pesan Ashoka.
Pada masa Ashoka terdapat peristiwa besar
yang sulit dilupakan oleh para sejarawan. Peristiwa tersebutlah yang akhirnya
berubah haluan jalan hidup Ashoka dari penganut Hindu menjadi seorang yang
memeluk Agama Budha. Peristiwa tersebut adalah perang Kalingga. Menurut sumber
yang ada, Ashoka memimpin perang tersebut sendiri. Sebanyak kurang lebih
100.000 nyawa orang Kalingga melayang dan dijadikan budak. Sedangkan masih
banyak lagi yang akhirnya mati kerana kelaparan. Sejak saat ia berubah haluan,
dan tidak mahu lagi memakai kekerasan dalam hidupnya. Ia mulai mementingkan
Agama Buddha seperti yang telah disinggung sebelumnya.
Meskipun hanya sebagai Upasa (pengikut
atau penganut biasa) sahaja, dia juga sudah menerapkan larangan berburu haiwan,
dan tidak boleh menyembelih burung merak dan rusa. Dia juga berusaha menyiarkan
hukum Dharma. Salah satunya adalah dengan
mengangkat pegawai-pegawai tinggi yang dinamakan.
Kepercayaan bangsa Arya didasarkan pada
ajaran Veda, yang menjadi awal munculnya agama Vedic dan dianut kaum Brahmana.
Dari agama kuno inilah kemudian agama Hindu muncul. Agama ini memuja tiga dewa
utama yaitu Vishnu, Brahma, dan Shiva. Pada zaman Vedic sendiri, masyarakat
sudah diklasifikasi menjadi empat kelas atau strata, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra.
Klasifikasi tersebut didasarkan pada mata pencaharian masyarakat saat itu.
Agama Hindu dan Budha berkembang hampir
secara bersamaan. Penerapan pada bidang arsitektur dan seni muncul pada
bangunan kuil. Teknologi yang digunakan pertama kali adalah penggunaan material
kayu, namun sayangnya tidak ada peninggalan bangunan jenis tersebut kerana
sudah hancur termakan waktu dan cuaca. Teknologi yang berkembang selanjutnya
adalah membangun dengan metode pahat batu (rock cut). Metode ini dilakukan
dengan memahat sebongkah besar batu ataupun mencoak gunung, sehingga hasil
karya seni dan arsitekturnya mirip seperti patung.
Metode pahat batu dibagi menjadi dua
jenis, yang pertama adalah dengan mencoak ke dalam sebuah gunung atau bukit
sehingga menciptakan ruang ke dalam. Yang kedua adalah dengan cara memahat
sebongkah batu dan tidak membuat ruang di dalamnya. Bentuk yang pertama lebih
meruang daripada yang kedua. Contoh kuil jenis yang pertama adalah kuil di
Elaphanta dan Ellora. Mamallapuram adalah contoh kuil yang dibangun dengan
metode pahat batu jenis kedua. Di kuil tersebut terdapat empat jenis ratha yang
memiliki perbedaan pada bentuk dan pahatannya. Kuil Kailasa di Ellora
menggunakan gabungan kedua metode tersebut.
Pada zaman-raja-raja Maurya (322-184 SM),
akibat pengaruh kebudayaan Achaemenid, Persia, tampak pula pengaruh Hellenisme.
Seniman-pada saat itu beralih dari bahan terracotta untuk membuat bangunan
dengan menggunakan bahan baru. Karya seni rupa yang dihasilkan pada zaman ini
berupa stambha, yaitu tanda peringatan yang terbuat dari batu (monolit).
Stambha yang terkenal pada masa ini adalah stambha kepala singa yang ditemukan
di Sarnath, menunjukkan adanya pengaruh Persia. Bangunan lainnya adalah stupa,
merupakan tanda peringatan yang sangat penting dalam kesenian Buddha. Pada
mulanya, stupa berfungsi untuk
menyimpan abu jenazah dan benda-benda suci. Terdapat dua stupa yang terkenal di
India iaitu Stupa Barhut dan Stupa Sanchi. Disamping tempat pemujaan, seni
bangunan India juga mengenal Vihara
sebagai tempat para bhiksu dan tamu dari luar negeri atau sebagai tempat pendidikan,
dan Chaitya Graha, iaitu tempat pemujaan yang berisi stupa. Chatya Graha ini seluruhnya dipahat pada bukit karang dengan
teknik pahatan seperti teknik pahatan kayu.
Seni patung dan seni lukis India
berkembang lagi pada zaman Raja-raja Kushana (500SM – 300M). Peninggalan pada
zaman ini banyak ditemukan di daerah Ghandara berupa lukisan-lukisan fresco. Seni patung pada zaman ini
mendapat pengaruh Yunani, kerana daerah Ghandara merupakan daerah yang banyak
dilalui bangsa-bangsa asing. Patung Buddha yang dihasilkan pada zaman ini sudah
berupa patung manusia dan bukan merupakan lambang-lambang seperti pada masa
sebelumnya di India Tengah. Seni rupa pada masa Kushan ini berkembang pula di daerah Mathura (50-200 M), Amarawati
(150-300 M) dan mencapai puncaknya pada masa-raja-raja Gupta (300-600 SM).
Dinasti Shunga
Dinasti Shunga (185 SM – 73 SM) didirikan
oleh salah seorang Jendral Mauria bernama Pusyamitra Sunga yang beragama
Brahmanisme terhadap Dinasti Mauria. Pada saat inilah pemujaan terhadap stupa semakin terkenal. Banyak vihara, chaitya, dan stupa yang dibangun. Kerajaan di bawah Dinasti Sunga memiliki keunikan
tersendiri di mana mempunyai dua pusat, iaitu Pataliputra sebagai pusat administrasi serta seni dan Vidisa sebagai pusat negara, keagamaan,
dan pendidikan seni. Pusat-pusat seni berada di Mathura, Pataliputra,
Ahiccatra, Ayodhya, dan Kausambi.
Kompleks Bhaja
|
|
Oleh kerana penerusan
kekuasaan Dinasti Mauria, ciri karyanya sama dengan masa sebelumnya. Hanya
ornamennya lebih kaya dan ukurannya lebih kecil. Peninggalan seni rupa dinasti
Shunga dapat dilihat pada Kompleks Bhaja, Chaitya Griha dan
elemen hias. Kompleks Bhaja adalah kompleks pemujaan yang merupakan
gabungan chaitya griha dan kompleks pemujaan di sekelilingnya.
Chaitya Griha
|
|
Selain itu, Chaitya Griha merupakan salah
satu seni rupa dinasti Shunga yang terkenalv yang terletak di kompleks Bahaja.
Bangunan ini adalah perkembangan lebih lanjut dari chaitya dan gua buatan semasa
Dinasti Mauria. Dibentuk dengan
memotong dan melubangi batu
cadas besar sehingga terbentuk ruang pemujaan. Ruang ini seolah ditopang
pilar-pilar di bahagian tepi bangunan. Ciri khas chaitya pada masa ini adalah
pintu berbentuk tapal kuda dan ditopang dua pilar. Manakala, elemen hias
diantara seni rupa dinasti Shunga banyak ditemukan di relief-relief seperti vedika dari Stupa Barhut, Bentuk
utamanya adalah medali yang dihiasi
motif flora yang berulang secara geometrik.
Elemen hias
|
Dinasti Kushan
Seni rupa Kerajaan Kushan
adalah bahasan mengenai peninggalan seni rupa yang berkembang selama
berkuasanya Kerajaan Kushan di daerah utara India. Seni Rupa dari daerah ini
memperlihatkan kekayaan pengaruh luar yang masuk ke India melalui jalan politik
dan perdagangan.
Kebanyakan karya dari masa
ini terinspirasi oleh ajaran Buddha. Kerajaan Kushan merupakan hasil persatuan
bangsa-bangsa Indo-Eropa yang salah satu sukunya bernama Kushan, yang kemudian
mendominasi suku lainnya dan membentuk persatuan baru dengan Kujula Kadphises
sebagai pemimpinnya. Beberapa dari suku ini telah mendapat pengaruh Hellenisme
sejak penaklukan Alexander Agung sehingga dimaklumi bahawa kebudayaan Kushan
kemudian banyak mendapat pengaruh Yunani.
Wilayah kerajaan Kushan meliputi
Tajikistan hingga Pakistan dan Afganistan, kemudian terus ke selatan sampai
lembah Sungai Gangga. Kushan mendapatkan kekuasaannya atas Gandhara seiring
ekspansi ke arah selatan. Selanjutnya daerah ini menjadi pusat kesenian India
yang terkenal dengan pengaruh gaya seni rupa hellenisme yang realistik.
Perekonomian kerajaan hidup bersandarkan
kepada perdagangan sutera dan rempah ke Eropa dan emas dan karya seni ke
Tiongkok. Untuk itu, ramai pemimpin Kushan yang menciptakan wang logamnya
sendiri sebagai alat tukar rasmi, sehingga perkembangan duit syiling Kushan
memberikan catatan sejarah tersendiri, terutama dalam seni rupa. Walaupun
dikenal sebagai bahagian-bahagian dari sejarah seni rupa Buddha, sebenarnya
Kerajaan Kushan juga memiliki bahagian kepercayaan lain terhadap pendewaan, iaitu
Zoroastrianisme yang merupakan
pengaruh Persia.
Terdapat dua aliran besar yang terkenal
semasa dinasti Kushan, iaitu Gandhara dan Mathura. Kedua aliran ini terutama
ditelusuri dari karya seni patung. Gaya Gandhara banyak mendapat pengaruh Hellenisme.
Hal ini dapat dilihat dengan mudah dari ciri lipatan kain yang teliti dan sikap
tubuh yang luas. Sementara, gaya Mathura walaupun selanjutnya juga mendapat
pengaruh yang sama hingga akhirnya berkembang menjadi gaya Ghupta, tetapi
berangkat dari titik tolak seni rupa asli India, yang ditelusuri dalam karya
seni rupa Mahenjo Daro-Harappa.
Tetapi realisme di dalam gaya gandhara
tidak dijadikan patokan ciri seni rupa Kerajaan Kushan, mengingat ciri ini
sudah ada jauh sebelumnya sebagai akibat penguasaan oleh Alexander Agung. Gaya
Mathura berkembang lebih lanjut sebagai akibat posisinya sebagai salah satu ibukota
dari Kerajaan Kushan. Karya seni pada tempoh ini dipengaruhi oleh kelahiran
agama Kristian di Eropah. Buddha di India berubah dari Hinayana menjadi Mahayana
yang bersifat luas, dan humanistik. Akibatnya mudah sekali menemukan arsitektur
tempat ibadah yang menekankan ibadah bersama daripada usaha peribadi menuju nirvana. Sebagai bukti lain, banyak patung
dewa-dewi dikenalkannya dengan konsep Boddhisattva,
individu yang baru mencapai tahap paling akhir sebelum Buddha.
Walaupun umumnya patung Gandhara bersifat
humanistik, namun beberapa patung dibuat dengan ukuran raksasa seperti patung
Buddha di Bamiyan, Afghanistan yang memiliki tinggi 53 meter. Patung ini kini
telah hancur akibat kebijakkan Iconoclaust yang diambil pemerintah Taliban,
Afghanistan pada masa lalu. Contoh bentuk humanistik adalah patung Athena dari
Gandhara setinggi 83 cm, mendekati postur manusia asli.
Gaya Mathura berciri sebaliknya, penuh
dengan stilasi dengan ukuran tubuh kecil. Patung-patung ini banyak mewujudkan Yaksha dan Yakshi, roh spriritual dalam ajaran Buddha. Contohnya adalah
patung-patung penguasa Kushan, antara lain Jayavarman
dan Kanishka. Dekatnya pengaruh seni
rupa Kushan, dan kebanyakan seni rupa Buddha lainnya menyebabkan timbul
klasifikasi gaya Greko-Buddha dalam perkembangan sejarah seni rupa India. Pengaruh
seni rupa Kerajaan Kushan, terutama gaya Gandhara, dilihat dari perkembangan
pengaruh seni rupa Greko-Buddha, yang pada masa akhir keemasannya banyak
mendapat kontribusi dari Kerajaan Kushan.
Seni rupa Greko-Buddha menyebar ke
selatan India, seperti Kerajaan Shunga hingga Ghupta, Asia Tengah seperti Tarim
Basin (XiangJiang) dan Baktria, Asia Timur seperti Tiongkok dan Jepang. Tetapi
pengaruh paling besar adalah di Asia Tenggara seperti Indonesia yang bahkan
mengadopsi tulisan, ajaran Mahayana,
dan arsitektur dari gaya Greko-Buddha.mPengaruh ini terutama terjadi akibat
hubungan dagang dan sejarah penguasaan politik yang terjadi pada masa ekspansi
Alexander Agung.
2.1 Konsep Seni
India
India merupakan negara dan
bangsa yang memiliki pandangan seni (dan estetika) yang berbeza dalam beberapa
hal dengan bangsa Eropah.
Seniman India harus mengikuti modus tertentu seperti yang
diterangkan di dalam dyana untuk menggambarkan
dewa Hindu atau Buddha yang pelbagai bentuk. Dyana bererti meditasi, merupakan proses kejiwaan dari seseorang
yang berusaha untuk mengawal pemikiran dan memusatkan pada suatu soal tertentu
yang akhirnya akan membawa kepada semadi. Sifat-sifat visual dari gambaran di
atas (dalam semadi) kemudian di tulis dalam Silvasastra.
Buku inilah yang menjadi pedoman berkarya selanjutnya. Elemen yang penting
dalam seni rupa adalah intuisi mental dan sesuatu hal yang dikonsepsikan dan personalitas
seniman menyatu dengan objek. Inilah hasil meditasi (dyana). Seni bukan merupakan imitasi dari alam. Teknik proporsi,
perpektif, dsb diterangkan dalam Visudgarmottarapurna
dan Chitra Sutra. Dalam Chitra Sutra penggambaran yang penting
adalah garisan tepi yang harmonis, ekspresi, dan sikap yang molek. Di India
juga mementingkan sikap dan bentuk yang simbolistis (perlambangan).
Joganatha berpendapat bahawa keindahan seni adalah
sesuatu yang menghasilkan kesenangan. Seni diolah melalui proses kreatiff dari
pikiran menuju pada penciptaan objek yang dihasilkan oleh getaran emosi. Inti
keindahan adalah emosi. Pendapat lain
mengatakan bahawa seni adalah sesuatu yang memberikan kesenangan tanpa rasa
kegunaan. Rasa estetik tersebut adalah disebabkan kerana faktor luaran dan faktor dalaman
(Rabindranath Tagore). Beliau juga menerangkan konsep seni melalui sebuah
sajaknya bahawa seni tidak dapat menerangkan proses alamiah yang misterius itu,
tetapi seolah-olah terjadi dengan sendirinya. Nampaknya ada sesuatu di atas
kekuasaannya sendiri yang siap menuntun impulsinya dalam suatu jalan sehingga memungkinkan
memberi bentuk pada pandangan intuisinya dari dalam. Jelaslah bahawa seniman
yang menciptakan objek keindahan atau seni adalah didorong oleh potensi
teologis.
Sebagai elemen dari seni bangun candi, medalion secara
sintesis jelas mengikuti referensi kitab Manasara-Silpasastra
suatu buku pedoman para silpin atau seniman. Banerjea, (1974: 80) menyebutkan
bahawa ketika para silpin membangun kuil untuk dewa dan
elemen-elemennya seperti relief, arca
dan unsur hias selalu menggunakan prinsip bhakti,
iaitu adanya rasa cinta kasih dan menyerah kepada dewa sehingga dalam agama
Hindu antara seni dengan agama tidak terpisahkan.
No comments:
Post a Comment